Unsur Intrinsik Novel Dibawah Lindungan Ka'bah





Unsur Intrinsik
A.   Tema
Tentang cinta yang tak sampai karena perbedaan status sosial yang menghalangi untuk Zaenab dan Hamid bisa bersama. Hamid adalah seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal semasa Hamid kecil. Berbeda dengan Zaenab anak dari seorang saudagar kaya, orang tuanya tentu memilihkan pasangan hidup bagi Zaenab karena agar harta kekayaannya tetap terjaga tentu dari kalangan orang kaya pula.

B.   Sinopsis
Novel Roman karya Hamka yang berjudul ‘Di Bawah Lindungan Ka’bah’ ini menceritakan tentang seorang pemuda yang bernama Hamid, sejak usianya empat tahun ia sudah di tinggal oleh ayahnya. Masa kecilnya ia habiskan untuk membantu ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai penjual kue keliling. Hingga suatu hari ia bertemu dengan keluarga Engku Haji Jafar yang baik hati dan kaya raya.
Karena merasa kasihan melihat tetangganya yang menderita maka keluarga Haji Jafar meminta agar Hamid dan Ibunya tinggal dan bekerja di rumahnya. Dan Hamid diangkat sebagai anak oleh Engku Haji Jafar karena dia anak yang cerdas, rajin, sopan, dan taat beragama. Hamid juga di sekolahkan ke HIS bersama Zainab, anak Haji Jafar.Tamat dari HIS keduanya kemudian melanjutkan ke Mulo sampai keduanya mendapat ijazah. Dan ternyata selama kebersamaan mereka itu, membuat keduanya saling jatuh cinta.
Namun perasaan itu hanya mereka pendam dalam hati. Hamid menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang anak dari keluarga miskin yang dibiayai oleh keluarga Haji Jafar. Itulah kenapa dia hanya memendam rasa sukanya terhadap Zainab. Setelah tamat dari Mulo baru mereka berpisah. Zainab menjalani pingitan sesuai adat di desa itu sedangkan Hamid melanjutkan sekolah agama ke Padang Panjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang teman laki-laki yang bernama Saleh.
Suatu hari kabar mengejutkan datang, Hamid mendapat kabar bahwa ayah angkatnya, Haji Jafar meninggal dunia dan tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggaldunia. Dan sejak kematian ayah angkatnya, Hamid jarang bahkan tidak pernah menemui Zainab, hingga pada suatu petang, saat Hamid pergijalan-jalan di pesisir, ia bertemu dengan Mak Asiah, ibuangkatnya. Pada pertemuan itu Asiah berharap agar Hamid bisa datang kerumahnya, karena ada suatu hal penting yang ingin dibicarakannya. Pada keesokan harinya Hamid datang kerumah Mak Asiah, dan beliau meminta tolong agar Hamid mau membujuk Zainab untuk bersedia dinikahkan dengan kemenakan Haji Jafar.
Meskipun permintaan itu bertentangan dengan isihatinya, dia tetap melaksanakan apa yang diminta Mak Asiah. Akan Tetapi permintaan itu ternyata ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum ingin menikah.Semenjak kejadian itu Hamid tidak pernah datang lagi, dia hanya mengirimkan surat kepada Zainab dan mengatakan bahwa ia akan pergi jauh mengikuti langkah kakinya berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam kesepian itu.
Hamid meratau sampai ketanah suci, di negeri itu ia bertemu dengan Saleh, temannya dulu. Istri Saleh ternyata adalah sahabat baik Zainab. Dari surat Rosna yang dikirim untuk suaminya, Hamid mengetahui bahwa Zainab sakit dan ia sangat mengharapkan kedatangan Hamid. Zainab sendiri mengirim surat kepada Hamid dan mengatakan bahwa hamid harus kembali, kalau tidak, mungkin akan terjadi sesuatu padanya. Dan benar saja seminggu setelah itu, Zainab menghembuskan nafas terakhirnya. Saleh yang mengetahui kabar meninggalnya Zainab dari istrinya pun tidak tega memberitahu kabar tersebut pada Hamid. Namun akhirnya atas desakan dari Hamid, Saleh memberitahukan kabar tersebut.
Setelah mendengar kabar menyedihkan itu, Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia jatuh lunglai, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk memapah Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Dan kemudian Hamid pun meninggalkan dunia di hadapan Kabah, menyusul sang kekasih.

C.   Penokohan
1.      Saya : Tokoh Utama yang akhirnya bertemu dan berteman dengan Hamid
2.      Hamid : Seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal semasa Hamid kecil. Hamid berbudi pekerti luhur, sopan, pintar, rendah hati, dan sederhana
3.      Ibu Hamid : wanita yang gigih berjuang membesarkan anaknya walau hanya sendirian. Baik hati dan penuh kasih saying
4.      Zaenab : Anak perempuan Haji Ja’far dam Mak Asiah. Berteman dengan Hamid sejak kecil. Selalu bersama-sama hingga tamat sekolah. Zaenab baik hatinya, sopan, ramah, dan sangat patuh kepada orang tuanya.
5.      Haji Ja’far : Saudagar kaya yang membantu kehidupan Hamid dan ibunya, yang menyekolahkan Hamid. Haji Ja’far sangat dermawan dan baik hati
6.      Mak Asiah : Wanita yang penuh kasih sayang. Baik hatinya kepada siapa saja
7.      Rosna : Istri Saleh dan juga sahabat baik Zaenab, dia selalu bersedia mendengarkan keluh kesah Zaenab dan menemani Zaenab disaat Zaenab merasa sedih karena kepergian Hamid.
8.      Saleh : Teman semasih sekolah Hamid yang ingin melanjutkan pendidikannya di Mesir. Suami Rosna

Penambahan dan juga perubahan tokoh dalam film Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah :
1.      Arifin : Jika dalam novel dia adalah kemenakan Haji Ja’far hanya saja dalam Novel tidak disebutkan siapa namanya. Pemuda yang sedang bersekolah di Jawa, pemuda yang akan di jodohkan dengan Zaenab
2.      Ghazali : Pemuda yang menjadi lawan Hamid dalam lomba debat.
3.      Rosnah : Sahabat Zaenab yang selalu membantu di rumah Zaenab dan juga menemani Zaenab kemanapun. Bukan istri dari saleh
4.      Shaleh : Teman Hamid yang juga bekerja di tempat Haji Ja’far. Bukan suami Rosna

D.   Latar
1.      Latar Tempat
a.       Di Mekah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)   ...Dua hari kemudian saya pun sampai di mekkah, Tanah Suci kaum muslim sedunia. (HAMKA, 2010:5)
2)   ...Akhirnya sampailah saya ke tanah suci ini. (HAMKA, 2010:42).
3)   ...pada hari keduabelas kami berangkat ke Mekkah...(HAMKA, 2010:60)
b.      Di Kota Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
“...Ayah pindah ke kota padang, tinggal dalam rumah kecil yang kami diami itu...(HAMKA, 2010:12).
c.       Di Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
“...saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu...(HAMKA, 2010:12).
d.      Di Halaman Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)      ...setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu...(HAMKA, 2010:15)
2)      ...saya dan Zainab bersama teman-teman kami yang lain berlari-lari bermain galah dalam pekarangan rumahnya...(HAMKA, 2010:18).
e.       Di Puncak Gunung Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
“Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung Padang...(HAMKA, 2010:19).
f.       Di Padang Panjang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)      Saya tidak beberapa bulan setelah tamat sekolah, berangkat ke Padang Panjang...(HAMKA, 2010:21).
2)      Setelah puasa habis, saya kembali ke Padang Panjang. (HAMKA, 2010:24).

g.      Di Pesisir Arau
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
“...di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu... (HAMKA, 2010:32).
h.      Pekuburan Ma'ala
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat Hamid di kuburkan. (HAMKA, 2010:65).

2.      Latar Waktu
a.       Tahun 1927
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)      Mekah Pada Tahun 1927 (judul bagian 1). (HAMKA, 2010:5).
2)      Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. (HAMKA, 2010:5).
b.      Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal... (HAMKA, 2010:7).
c.       Bulan Zulhijjah
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1)      Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami... (HAMKA, 2010:59).
2)      Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. (HAMKA, 2010:59).
d.      Pagi
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1)      Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu... (HAMKA, 2010:17).
2)      Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi... (HAMKA, 2010:17).
3)      Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu... (HAMKA, 2010:15).
e.       Hari Minggu
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti kutipan sebagai berikut.
“Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut...(HAMKA, 2010:18).
f.       Malam
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1)      Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya... (HAMKA, 2010:9).
2)      Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah... (HAMKA, 2010:12).
g.      Sore
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
“...Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka... (HAMKA, 2010:18).

3.      Latar Lingkungan Sosial
a.       Lingkungan sosial keagamaan
Hal tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah haji. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1)      ...Pergi wukuf ke Arafah menjadi rukun yang tak dapat ditinggalkan pada pekerjaan haji, tak dapat ia pun mesti ikut ke sana... (HAMKA, 2010:59).
2)      ...berhenti sebentar di Mudzalifah memilih batu untuk melempar “jumroh”di Mina itu kelak...(HAMKA, 2010:60).
3)      ...dibawalah dia tawaf keliling Ka'bah tujuh kali (HAMKA, 2010:61).
b.      Lingkungan sosial penghasilan rendah
Hal tersebut dibuktikan dengan Hamid ketika kecil ia harus mencari rizki sendiri untuk menyambung hidup dirinya dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1)      Setelah saya agak besar, saya lihat banyak anak-anak yang sebaya saya menjajakan kue-kue; maka saya mintalah kepadanya supaya dia sudi pula membuat kue-kue itu, saya sanggup menjualkannya dari lorong ke lorong, dari satu beranda rumah orang-orang ke beranda yang lain, mudah-mudahan dapat meringankan agak sedikit tanggungan yang berat itu. (HAMKA, 2010:13).
2)      Tiap-tiap pagi saya lalu di hadapkan rumah itu menjungjung nyiru berisi goreng pisang...(HAMKA, 2010:15).

4.      Latar Suasana
a.       Suasana sedih
1)      Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan berikut.
“...air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya...(HAMKA, 2010:8).
2)      Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan. Dengan bukti kutipan berikut.
“Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang...(HAMKA, 2010:20).
3)      Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (HAMKA, 2010:33).
4)      Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan bukti kutipan berikut.
“...air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya... (HAMKA, 2010:37).
5)      Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan berikut.
“Air mata Zainab kembali jatuh... (HAMKA, 2010:45).
6)      Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti kutipan berikut.
“Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas. (HAMKA, 2010:61).

b.      Suasana Bahagia
1)      Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut.
“Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya. (HAMKA, 2010:17).
2)      Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim... (HAMKA, 2010:22).
3)      Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (HAMKA, 2010:22).
4)      Suasana bahagia saat Hamid berkunjung ke rumah Zainab. Dengan bukti kutipan berikut.
“Waktu itu kelihatan nyata oleh saya mukanya merah, nampak sangat gembiranya melihat kedatangan saya. (HAMKA, 2010:33).
5)      Suasana bahagia Mak Asiah datang saat Hamid sudah ada di rumahnya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Mak Asiah masuk dengan gembira, seraya berkat, “Sudah lama, Mid?” (HAMKA, 2010:34).
6)      Suasana bahagia setelah Saleh selesai bercerita tentang Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Habis cerita sahabatku Hamid sehingga itu, mukanya kelihatan berseri-seri,sebab simpanan dadanya yang meluap selama ini telah dapat ditumpahkannya kepada orang yang dipercayainya. (HAMKA, 2010:54).
7)      Suasana bahagia ketika Hamid mendapat surat dari Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Akan dapatkah dilukiskan, dapatkah diperikan bagaiman wajah Hamid ketika membaca surat itu.Dapatkah,mungkinkah dikira-kirakan bagaiman perasaannya waktu itu? Surat demikian adalah pengharapannya selama ini,buah mimpinya.Memikirkan kerendahan derajatnya, tiadalah disangka-sangkanya, bahwa ia akan seberuntung itu, menerima surat Zainab. (HAMKA, 2010:57).

E.    Alur
1.      Pengenalan Situasi Cerita
Diawali pada tahun1927 di Mekkah saat tokoh saya sedang ingin me-laksanakan ibadah haji bertemu dengan seorang pemuda yaitu Hamid, merekapun berteman. Dilihatnya Hamid yang selalu termenung, sehingga tokoh saya ingin mengetahui apa yang sedang di  alami sahabatnya itu.
“Sudah lama saya perhatikan hal-ihwalmu, saudara, rupanya engkau dalam dukacita yang amat sangat. Agaknya engkau kurang percaya kepada saya, sehingga engkau tak mau membagi-bagi kedukaan itu dengan saya. Sebagai seorang kawan, yang wajib berat sama memikul dan ringan sama menjinjing….( HAMKA, 2010:9).
“…. setelah itu ia menarik nafas panjang, seakan-akan mengumpulkan ingatan yang bercerai-berai dan ia pun memulai perkataannya. (HAMKA, 2010:10)
Hamid yang hanya tinggal berdua dengan ibunya karena ketika dia umur empat tahun ayahnya telah meninggal. Hamid dan ibunya tinggal dalam kemiskinan, Hamid pun yang sudah memasuki umur enam tahun harus menunda masuk sekolah karena tidak adanya biaya. Suatu hari telah pindah ke kampung Hamid seorang saudagar kaya bernama Haji Ja’far beserta istri yaitu Mak Asiah dan satu anak perempuannya bernama Zaenab. Perhatian Haji Ja'far dan Mak Asiah sangat baik. Hamid dianggap seperti anaknya sendiri. Mereka sangat baik kepada Hamid karena perilaku Hamid terpuji dan taat beragama. Karena itu pula Hamid disekolahkan bersama dengan Zaenab. Hamid dan Zaenab pun berhubungan baik layaknya kakak-beradik. Mak Asiah pun sudah menganggap ibu Hamid seperti saudara sendiri.
“Zaenab telah saya pandang sebagai adik kandung, saya jaga dari gangguan murid-murid yang lain. Lepas dari sekolah kerap kali saya datang dengan ibu ke rumah besar itu, kalau-kalau ada yang patut kami bantu dan kami tolong, karena kami telah dipandang sebagai anggota rumah yang indah itu” (HAMKA, 2010:17)
Jika dalam film Di Bawah Lindungan Ka’bah awal pengenalan langsung pada menit 00.28 ketika Hamid yang pulang kembali kekampung setelah menempuh pendidikan diploma di Thawalib, Padang Panjang dan mengingat kejadian tahun 1919 dimana Hamid berterima kasih kepada Haji Ja’far atas kebaikannya selama ini yang telah menyekolahkannya.

2.      Menuju Adanya Konflik
Setelah bertahun-tahun Hamid dan Zaenab bersama-sama menempuh pendidikan akhirnya mereka lulus juga dari pendidikan MULO, sesuai tradisi yang berlaku, ketika sudah lulus MULO seorang gadis tidak boleh melanjutkan lagi pendidikannya hingga ke jenjang yang lebih tinggi, karena mereka sudah masuk masa pinyitan. Zaenab pun harus menerima itu, berbeda dengan Hamid yang harus melanjutkan pendidikannya hal itu pun karena Haji Ja’far masih sanggup untuk membiayai sekolahnya. Hamid memilih pendidikan Diploma di Thawalib, Padang Panjang. Selama Hamid berada di Padang Panjang, dia merasa kesepian, seperti telah kehilangan suatu hal, Hamid pun menyadari bahwa dia sedang merindukan Zaenab, bukan sebagai kakak kepada adik melainkan perasaan lebih, Hamid jatuh cinta pada Zaenab.
“…. Rindu kepadanya membukakan pintu angan-angan saya menghadapi zaman yang akan datang. Dahulu saya tiada pedulikan hal itu, tetapi setelah saya bersadar dan terpisah darinya, barulah saya insaf, bahwa kalau bukan di dekatnya, saya berasa kehilangan” (HAMKA, 2010:24)

3.      Puncak Konflik
Musibah pun datang, dengan tiba-tiba saja Haji Ja’far meninggal sedangkan dalam film terdapat pada menit 01.04.40 kabar Engku Ja’far meninggal karena kapal yang ia tumpangi untuk menunaikan Haji terbakar dan tenggelam.
Dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah. Hamid pun harus kembali ke kampung dan tidak bisa kembali ke Padang Panjang karena harus mengurus ibunya yang sedang sakit. Dengan kondisi yang sakit ibu Hamid ingin berbicara dengan Hamid mengenai perasaan anaknya itu kepada Zaenab, Ibu Hamid mengetahui bahwa anaknya sudah jatuh cinta pada Zaenab. Ibunya pun berpesan agar Hamid membuang jauh perasaannya itu, jangan pernah di ungkapkan karena mereka berbeda status sosial.
“ orang sebagai kita ini telah di cap dengan ‘derajat bawah’ atau ‘orang kebanyakan’, sedang mereka diberi nama ‘cabang atas’, cabang atas adakalanya karena pangkat dan adakalanya karena harta benda.” (HAMKA, 2010:28)
Ibu Hamid pun meninggal. Setelah kehilang dua orang yang amat sangat disayangi, Hamid merasa sebatang kara, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk hidupnya setelah ini. Suatu hari Hamid bertemu dengan Mak Asiah, Mak Asiah pun meminta Hamid untuk datang kerumah karena ada yang ingin Mak Asiah bicarakan kepada Hamid. Keesokannya Hamid pun datang kerumah Mak Asiah, ternyata Mak Asiah meminta Hamid membujuk Zaenab agar mau bertunangan dengan kemenakan Almarhum Haji Ja’far. Mendengar itu Hamid sangat terkejut karena dalam Hatinya, Hamid sangat mencintai Zaenab dia tidak mungkin melakukan hal yang tidak dikehendaki oleh hatinya, namun di sisi lain dia harus menuruti permintaan Mak Asiah sebagai bentuk rasa hormatnya kepada orang yang telah membantu banyak dalam hidupnya. Hamid pun langsung membujuk Zaenab agar menuruti apa yang ibunya katakana,film terdapat pada menit 01.17.50 sampai 01.23.40.
Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah Hindustan menuju ke Basrah, masuk ke Irak melalui Sahara Nejd dan sampailah ke Tanah Suci. Sedangkan dalam film pada menit 01.27.50 Hamid pergi dan berpamitan kepada Mak Asiah karena melanjutkan hukumannya.

4.      Pemecahan Masalah
Setahun sudah Hamid berada di Mekkah. Ketika di Mekkah Hamid bertemu dengan Saleh, teman sekampungnya yang kebetulan akan menunaikan ibadah Haji. Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan tentang Zainab. Tentu ini semua membuat Hamid bahagia. Saleh juga memberi tahu bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tahu hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan Rosna adalah sahabat Zainab.
Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, setelah mereka saling mengirim surat yang dibantu oleh Saleh. Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Zaenab tetap menjaga teguh do’a untuk dirinya untuk menikah hanya dengan orang yang dia cintai dan mencintainya. Jika dalam film surat Zaenab dengan surat hamid sampai waktu bersamaan pada menit 01.47.50

5.      Penyelesaian
Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Surat Rosna membawa kabar bahwa Zainab telah meninggal, karena begitu berat ia menahan rindu kepada Hamid lelaki yang ia cintai, mereka tidak dapat bersama karena status sosial mereka yang berbeda, disusul pula oleh Hamid yang setelah berdoa di antara pintu ka’bah dengan Batu Hitam (Hajar Aswad), ia meninggal.
“Di bibirnya terbayang suatu senyuman dan…sampailah waktunya. Lepas ia dari tanggapan dunia yang mahaberat ini, dengan keizinan Tuhannya. Di Bawah Lindungan Ka’bah!” (HAMKA, 2010:62)
Hamid dan Zaenab meninggal diwaktu yang sama dengan tempat yang berbeda. Hamid meninggal setelah berdo’a, dekat dengan Ka’bah. Terdapat pada menit 01.48.26 sampai 01.52.25

F.    Nilai Kehidupan
1.      NILAI PENDIDIKAN
“Sekolah-sekolah Agama yang di situ mudah sekali sayaMasuki, karena lebih dahulu saya mempelajari ilmu umum, saya hanya tinggal memperdalam pengertian dalam perkara agama saja, sehingga akhirnya salah seorang guru menyarankan saya mempelajari agama di luar sekolah , sebab kepandaian saya dalam ilmu umum”.
2.      NILAI AGAMA
“ Ibu pun menunjukkan kepadaku beberapa do’a dan bacaan, yang menjadi wirid dari almarhum Ayah semasa mendiang hidup, mengharapkan pengharapan yang besar-besar kepada Tuhan serwa sekalian alam memohon belas kasihannya ”.
3.      NILAI MORAL
“ …maka pada dirinya saya dapati beberapa sifat yang tinggi dan terpuji, yang agaknya tidak terdapat pada pemuda-pamuda yang lain baik dari kalangan kaya dan bangsawan sekalipun. Sampai pada saat yang paling akhir daripada kehidupan ayahku, belum pernah ia menunjukkan Perangai yang tercela. Wahai Ros saya tertarik benar kepadanya”
4.      NILAI SOSIAL
...kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban...

G.   Amanat
Ketika kita hanya dipandang sebelah mata oleh orang lain, ingatlah bahwa Allah selalu memandang semua  umatnya sama, tidak terhalang dengan miskin dan kaya dan terpandang atau tidaknya seseorang. Hanya keimanan dari diri sendiri lah yang membuat kita berbeda di hadapan Allah. Ketika segala apa yang ada di dunia ini menghalangi keinginanmu, percayalah bahwa Allah mempunyai caranya sendiri untuk kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Mencintai seseorang tidak semata hanya memandang fisik dan kekayaannya saja, tetapi juga hatinya
1.      Amanat umum
Amanat umum yang dapat diambil dari novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a)      Dalam menghadapi suatu masalah harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan.
Hal tersebut digambarkan dalam cerita, ketika Hamid menghadap masalah yang bertubi-tubi. Yaitu ketika Hamid kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya dan berpengaruh padanya, saat itu pula ditambah lagi dengan satu perintah yang sangat bertilak belakang dengan keinginannya, yakni perintah dari Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar ia dapat ditunangkan dengan saudaranya.
Dalam keadaan seperti itu, begitu bijaknya Hamid. Ia telah mengorbankan perasaannya demi wanita tua yaitu Mak Asiah. Ia menjunjung tinggi kepercayaan yang telah diberikan Mak Asiah kepadanya. Walaupun batinnya menjerit. Demi menghapus dukanya ia meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan seseorang yang sangat ia cintai.
b)      Perjalanan lurus dalam memupuk cinta dan mempertahankan cinta.
Dalam cerita tergambar kisah kasih Islami. Menundukan pandangan pada seseorang yang bukan muhrim merupakan sesuatu yang diharuskan, untuk menjaga kesucian hati dan kesucian diri.

2.      Amanat khusus
Amanat khusus yang tersebar dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a)      Kita harus memupuk dan mempertahankan cinta dengan jalan lurus, artinya harus dengan jalan ridho Ilahi. Terbukti dengan kutipan sebagai berikut.
“Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan mempertahankan cinta.(HAMKA, 2010:65).
b)      Jangan menumbuhkan perasaan jika akhirnya akan membawa duka. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Anakku...sekarang cintamu masih bersifat angan-angan, cinta itu kadang-kadang hanya menurutkan perintah hati, bukan menurut pendapat otak. Dia belum berbahaya sebelum mendalam. Kalau dia telah mendalam, kerap kali – kalau yang kena cinta pandai – ia merusakan kemauan dan kekerasan hati laki-laki. Kalau engkau perturutkan tentu engkau menjadi seorang anak yang putus asa, apalagi kalau cinta itu bertolak,, terpaksa ditolak oleh keadaan yang ada disekelilingnya “Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan ditimbul-timbulkan jua. Engkau tentu memikirkan juga bahwa, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.” (HAMKA, 2010:27).
c)      Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Dengan bukti kutipan berikut.
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...” (HAMKA, 2010:24).

H.   Sudut Pandang
Dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku sampingan. Karena dalam cerita tokoh utamanya yaitu “saya” yang bertemu dengan Hamid di Mekkah lalu menjadi teman, menceritakkan kisah Hamid dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama yaitu Hamid sendiri. Sedangkan dalam film menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama yaitu Hamid.

I.       Gaya Bahasa
Di Bawah Lindungan Ka'bah ditulis dalam bentuk singkat dengan gaya bahasa yang sederhana. Kritikus sastra Indonesia, Bakri Siregar beranggapan bahwa ini mungkin terjadi karena Hamka mengikuti gaya penulisan yang diwajibkan Balai Pustaka. Sementara ahli dokumentasi sastra Indonesia, H.B. Jassin mencatat bahwa Hamka memiliki gaya bahasa yang "sederhana, tapi berjiwa". Kritikus sastra lainnya, Maman S. Mahayana, Oyon Sofyan, dan Achmad Dian menyebutnya mirip dengan gaya bahasa dari penulis asal Mesir, Mustafa Lutfi al-Manfaluti.
Di Bawah Lindungan Ka'bah memiliki gaya penceritaan yang bersifat didaktis, yang bertujuan untuk mendidik pembaca berdasarkan sudut pandang penulis. Menurut Jassin, Hamka lebih mengedepankan ajaran tentang dasar-dasar Islam dibanding menyinggung tema kemodernan, seperti kebanyakan penulis saat itu, dan mengkritik beberapa tradisi yang menentang Islam.

J.      Karakteristik
1.      Aku
a.       Secara Fisiologis : Seorang tokoh sekaligus si pengarang novel itu sendiri
b.      Secara Psikologis
1)      Seorang yang pintar bergaul, menghormati orang lain
2)      Seorang yang peduli dan perhatian teerhadap penderitaan orang lain
c.       Secara Sosiologis : Seseorang yang hidup lebih dari cukup, tergolong dari keluarga yang mampu bahkan bisa naik Haji yang tidak semua orang dapat menjalankannya

2.      Hamid
a.       Secara Fisiologis : Seorang pemuda berusia 23 tahun yang kurus dan rambut hitam berminyak
b.      Secara Psikologis
1)      Seorang pemuda yang mempunyai sifat pendiam, suka bermenung menyendiri
2)      Seorang pemuda yang shaleh menjalankan ibadah, sopan, berbudipekerti yang baik dan mulia, tidak suka membuang waktu, suka bergaul dengan orang-orang yang suci
3)      Suka bekerja keras, berbakti kepada orang tua, serta tabah menghadapi cobaan
4)      Seorang pemuda yang berpendidikan, pintar dalam ilmu agama
c.       Secara Sosiologi : Seorang pemuda yang tergolong dari keluarga orang miskin, hidupnya sangat sederhana

3.      Saleh
a.       Secara Fisiologis : Seseorang yang sudah beristri
b.      Secara Psikologis : Seorang sahabat lama Hamid waktu sekolah di Padang Panjang , yang tidak bisa memegang rahasia
c.       Secara Sosiologis : Seorang yang berpendidikan, seorang yang bisa dikatakan mempunyai harta, sehingga da bisa naik Haji dan sekolah di Mesir

4.      Pak Paiman
a.       Secara Fisiologis : Seorang yang sudah tua
b.      Secara Psikologis : Seorang yang baik hati, suka memberi, seorang tua yang rajin
c.       Secara Sosiologis : Seorang Jongos atau penjaga kebun dan pekarangan

5.      Ibu Hamid
a.       Secara Fisiologis : Seorang permpuan yang ditinggal mati oleh suaminya, dan mempunyai seorang anak yang bernama Hamid
b.      Secara Psikologis : Seorang perempuan yang rendah hati, yang suka berdiam diri di rumah, yang setia terhadap suaminya, penyabar dan tabah serta yang sangat men-dabakan cita-cita anaknya menjadi orang yang berguna
c.       Secara Sosiologis : Seorang perempuan yang hidup melarat (sangat miskin), ditinggal oleh suaminya, ditinggal di sebuah rumah kecil yang sudah tua.

6.      Engku Haji Ja’far
a.       Secara Fisiologis : Seorang yang sudah tua mempunyai Istri dan seorang anak
b.      Secara Psikologis : Seorang yang dermawan, suka tolong menolong, rendah hati, tidak sombong, pandai bergaul, berbudi yang baik dan ramah.
c.       Secara Sosiologis : Seorang haji yang hartawan, kaya raya, memiliki rumah yang banyak dan mewah, mempunyai sawah yang luas

7.      Mak Asiah
a.       Secara Fisiologis : Seorang perempuan tua yang sudah memiliki suami dan seorang anak serta suka makan sirih, dan memiliki wajah yang jernih.
b.      Secara Psikologis : Seorang perempuan yang baik hati, suka tolong menolong, tidak sombong, penyayang dan ramah
c.       Secara Sosiologis : Istri seorang yang hartawan, kaya raya, memiliki rumah yang banyak dan mewah, mempunyai sawah yang luas.

8.      Zainab
a.       Secara Fisiologis : Seorang gadis yang mempunyai rambut yang halus, matanya hitam.
b.      Secara Psikologis : Seorang gadis yangb patuh terhadap orang tuanya, pendiam, tidak sombong, rendah hati.
c.       Secara Sosiologis : Seorang gadis sebagai anak tunggal dari keluarga hartawan dan dermawan

9.      Rosna
a.       Secara Fisiologis : Seorang perempuan yang telah mempunyai suami
b.      Secara Psikologis : Seorang Istri yang setia dan teguh terhadap suami, seorang perempuan yang telah setia terhada sahabat



Penutup (SIMPULAN)
Berdasarkan analisis pada novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) temanya yaitu cinta terhalang kelas sosial dan kasih tak sampai.
Susunan alur/plotnya yaitu yang pertama pengarang melukiskan keadaan digambarkan pada awal cerita saat pengarang menunaikan ibadah haji pada tahun 1927. Yang kedua peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak, digambarkan ketika Hamd mencintai Zainab. Yang ketiga peristiwa mulai memuncak, digambarkan ketika Hamid mengalami beberapa musibah yaitu kematian Haji Ja'far dan ibunya. Yang keempat peristiwa mencapai klimaks, digambarkan ketika Hamid diperintah oleh Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar mau ditunangkan degan saudaranya, setelah itu Hamid meninggalkan kampung halamannya. Yang kelima pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa dengan menggambarkan cinta keduaya terbongkar, tapi setelah keduanya mengetahui perasaa masing-masing cinta mereka terpisah oleh kematian. Ketegangannya terletak pada apakah Hamid dan Zaiab akan sampai menikah? Jawabannya adalah keduanya tidak sampai pelaminan tapi sampai di atas nisan.
Tokoh yang mendukung cerita pada novel ini yaitu diantaranya Hamid. Ia sebagai tokoh utama dengan watak roud character dan digambarkan dengan watak campuran. Yang kedua tokoh Zainab, ia memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketiga Haji Ja'far memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keempat Mak Asiah memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang kelima tokoh ibu memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keenam tokoh Saleh memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketujuh tokoh Rosna memiliki watak flat character dan digambarkan wataknya dengan cara campuran. Yang kedelapan tokoh Aku (pengarang) memiliki watak flat character dan wataknya digambarkan dengan cara campuran.
Latar tempatnya yaitu di Mekah, Puncak Gunung Padang, Halaman Rumah, Kota Padang, Rumah, Padang Panjang, Pesisir Arau, Pemakaman Ma'la, dan Medan. Latar waktu yaitu tahun1927, bulan Ramadan, bulan Syawal, bulan Zulhijjah, pagi, malam sore, hari Minggu. Latar lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial keagamaan dan lingkungan sosial penghasilan rendah. Latar suasana diantaranya suasana sedih dan suasana bahagia.
Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita yaitu dengan cara deskripsi dan narasi. Gaya bahasa yang digunakan diantaranya asoaiasi, antithese, pleonasme, repetisi, klimaks, hiperbolisme, personifikasi, metaphora, euphimisme. Titik pengisahan yang digunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah sebgai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan. Sementara amanat keseluruhanya yaitu dalam menghadapi suatu harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan.
Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini memiliki keunggulan dan kelemahan.
1)      Keunggulan yang dimiliki karya sastra ini, dapat dilihat dari keunikan bahasanya yang penuh warna dan alurnya yang membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh Hamid dan Zainab. Isi dari karya sastra ini juga sangat menarik, menceritakan tentang keromantisan dan kesabaran yang luar biasa yang tanpa disadari akan menguras air mata pada saat kita membacanya. Kesabaran yang begitu besar, patuh pada orang tua, dan kebiasaan bertawakal kepada Allah SWT adalah hikmah yang dapat kita ambil dari novel tersebut.

2)      Kelemahan yang terdapat dalam novel ini yaitu dalam penulisannya. Bahasa yang digunakan penulis dalam menulis novel tersebut masih berbelit-belit, masih mencampuradukkan antara bahasa Minang-Indonesia dengan bahasa Melayu sehingga tidak semua pembaca akan mengerti akan maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Komentar

Posting Komentar